Buku Dibawah Bendera Revolusi
Posted By admin On 06.09.19' Buku “DIBAWAH BENDERA REVOLUSI” ini dipersembahkan kepada rakjat Indonesia dengan maksud djanganlah hendaknja hanja sekedar untuk penghias lemari buku, akan tetapi dengan penuh tjinta dan sadar mempeladjarinja setjara ilmiah betapa pasangsurutnja pergerakan kemerdekaan dizaman pendjadjahan.
Selamat berbahagia bagi seluruh penduduk Indonesia, salam hangat dari tempat kami yang dingin. Kali ini dan pada kesempatan ini, kami akan menceritakan sedikit tentang bagaimana buku yang sangat mendasari ideologi bangsa kita ini, bangsa Indonesia terbentuk. Di bawah Bendera Revolusi oleh Ir. Buku bersejarah ini, secara deskriptif adalah buku Jilid Pertama dari dua Jilid yang dikumpulkan dan disunting oleh Panitia Penerbit Di Bawah Bendera Revolusi yang diketuai oleh H.
Revolusi Perancis
Muallif Nasution. Cetakan Pertama buku ini, kira-kita dilakukan pada sekitar tahun 1959. Cetakan kedua, pada tahun 1963. Tepatnya dicetak di Jakarta, 13 Februari 1963. Dengan pengertian bahwa Revolusi Agustus 1945 yang berhasil gemilang itu, bukanlah suatu “maha-kejadian” yang berdiri sendiri, akan tetapi adalah suatu cetusan sejarah yang sangat erat hubungannya dengan kejadian-kejadian sebelumnya, erat hubungannya dengan persiapan yang sudah berpuluh-puluh tahun dilakukan oleh pergerakan Rakyat Indonesia dengan pengorbanan yang tidak sedikit, begitulah perkataan Muallif Nsutian pada Sekapur Sirih dalam permulaan buku ini.
Buku ini sangatlah sulit untuk dibentuk dalam tahap-tahap awal pengumpulan bahannya, dikarenakan buku ini adalah buah pena Bung Karno yang ditulisnya sebagai catatan pribadi, yang tertinggal di beberapa tempat, seperti pada saat beliau diasingkan ke Endeh, Bengkulen, Sukamiskin, dan lain sebagainya. Sehingga perlu dibutuhkan waktu sekitar lima tahun dalam proses pengumpulannya, yang dihimpun dari berbagai sumber, mulai dari sanak saudara beliau, teman dan sahabat karib beliau, pun sahabat-sahabat Bung Karno yang berada di luar negeri. Dan itupun belumlah selengkap-lengkapnya kumpulan ide dan gagasan beliau yang berhasil dikumpulkan, masih banyak lagi yang belum diketemukan dan terselip di beberapa tempat, hingga buku ini diterbitkan. Buah pena Bung Karno ini, terdiri dari setidaknya 61 Bab. Banyak pemikiran yang jika komparasikan dengan era sekarang ini, di mana nama Bung Karno terlihat banyak tercoreng di sana sini, ada yang menyebut Bung Karno Komunis, menyebut Bung Karno ingin menjadi Presiden Seumur Hidup, dan sebagainya.
Maksud Revolusi
Tapi sebenarnya tidak begitu, Founding Father kita tak selicik itu, tak pernah ada dalam niatnya yang suci untuk menguasai dan menghianati perjuangan yang keras dan ikhlas dari seluruh rakyat Indonesia. Perjuangan para sahabat yang rela keluar masuk penjara demi Merdekanya Ibu Pertiwi. Dia tak begitu. Namanya banyak tercoreng akibat dari perburukan citra Bung Karno pada zaman Orde Baru oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, sehingga nama Bapak Soekarno ini menjadi buruk.
Di awal bab buku ini tertulis judul yaitu Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme. Gabungan ketiga konsep dasar dari ideologi inilah yang membuahkan akan perkembangan ideologi kita sekarang, yang kita harap bukan hanya sebagai rumus kode buntut seperti kata Iwan Fals, yaitu Pancasila. Kira-kira sepenggal tulisan Soekarno dalam Bab ini begini: “Inilah azas-azas yang dipeluk oleh pergerakan-pergerakan rakyat di seluruh Asia. Inilah paham-paham yang menjadi rohnya pergerakan-pergerakan Asia itu. Rohnya pula pergerakan-pergerakan di Indonesia kita ini. Partai Budi Utomo, “marhum” Nationaal Indische Partij yang kini masih “hidup”, Partai Sarekat Islam, Perserikatan Minahasa, Partai Komunis Indonesia, dan masih banyak partai-partai lain.
Itu masing-masing mempunyai roh Nasionalisme, roh Islamisme, atau roh Marxisme adanya. Dapatkan roh-roh ini dalam politik jajahan bekerja bersama-sama dalam satu roh yang besar, Roh Persatuan? Roh Persatuan, yang akan membawa kita ke-lapang ke-Besaran? Dapatkah dalam tanah jajahan pergerakan Nasionalisme itu dirapatkan dengan pergerakan Islamisme yang pada hakekatnya tiada bangsa, dengan pergerakan Marxisme yang bersifat perjuangan Internasional? Dapatkah Islamisme itu, ialah sesuatu agama, dalam politik jajahan bekerja bersama-sama dengan Nasionalisme yang mementingkan bangsa, dengan materialismenya Marxisme yang mangajarkan perbedaan?
Akan hasilkah usaha kita merapatkan Budi Utomo yang begitu sabar-halus (gematigd), dengan Partai Komunis Indonesia yang begitu keras sepaknya, begitu radikal militan terjangnya? Budi Utomo yang begitu evolusioner, dan Partai Komunis Indonesia, yang walaupun kecil sekali, 0leh musuh-musuhnya begitu didesak dan dirintangi, oleh sebab rupa-rupanya musuh-musuh itu yakin akan peringatan Al Carthill, bahwa “yang mendatangkan pemberontakan-pemberontakan itu biasanya bagian-bagian yang terkecil, bagian-bagian yang sangat terkecil sekali?” ——————————- “Pergerakan itu maju kalau tidak ditindas, pergerakan itu juga maju kalau ditindas.” -Ir.
Soekarno- Masih terdapat beribu gagasan dan pemikiran beliau yang tertuang dalam rangkaian kata di buku ini yang memilik makna mendalam, sehingga kita perlu mempelajarinya secara khusyuk, agar dapat menemukan Roh, menemukan Pelita dan Sinar pengharapan dari kecerdasaan Bapak Bangsa ini kepada kita anak-anaknya. Yang sekarang dan di masa depan terus akan memikul tanggung jawab besar menyongsong persatuan yang lebih bersatu, persaudaraan yang lebih kental, dan kebahagiaan yang lebih sempurna. Untuk menciptakan Indonesia yang bersih, bersih dalam campur tangan asing. Bapak Karno sangat membenci pada kulit putih yang menjajah, sebagai kaum yang dipertuan. Maka dari itu, kami berpikir bahwa “lebih baik hidup terbelakang, lebih baik hidup sederhana, daripada makmur namun dijajah oleh orang asing”. Ok, mungkin kami tak perlu campur tangan banyak untuk memberikan seberkas kalimat kami pada tulisan Bapak Karno yang menurut kami sudah sangat melegenda, sudah sangat banyak memberikan pengaruhnya pada masyarakat bumi putera di Tanah Air.
Ingat, cita-cita luhur Soekarno adalah mempersatukan Indonesia, apapun golongan dan partainya. Semoga kita semua dapat bersatu, tak saling menjelek-jelekkan satu sama lain, karena apa, karena kita semua adalah anak dari Ibu Pertiwi, anak dari benih perjuangan darah dan pemikiran Bapak Bangsa ini.
Membaca bukanlah hobi, melainkan seperti makan dan bernafas. Tertawalah jika ada yang menyebutkan membaca adalah hobi. Salam persaudaraan, untuk kita Bangsa Indonesia. Salam 1/2 Merdeka. Cerita Pribumi Research Center, Gayo, Aceh, Indonesia.